Hari Pendidikan Nasional adalah momentum tepat untuk merefleksikan perkembangan pendidikan di negeri ini. Berbagai tantangan terbentang: fasilitas belajar yang terbatas, kualitas dan kuantitas pengajar, lokasi geografis yang menyulitkan, ketidakmampuan ekonomi, sampai tingkat kesadaran yang masih rendah akan pentingnya pendidikan.
'Saya tidak sekolah karena guru tidak mengajar. Guru tidak ada di sekolah. Jadi saya jaga adik saja,' ungkap Novi Lego, 12 tahun. Ketiadaan guru dan jauhnya jarak ke sekolah (sekitar 6 km) dari tempat tinggalnya di Wadlangku di dekat Wamena, Provinsi Papua, sempat memupus harapan Novi untuk duduk di bangku sekolah. Setelah menyadari pentingnya pendidikan, kini ia kembali ke sekolah dan duduk di kelas 1 SD.
Di Indonesia, dari 76,8 juta anak berusia di bawah 18 tahun, terdapat 96 persen siswa yang mampu mengakses pendidikan Sekolah Dasar (Unicef, 2008). Semakin ke atas jenjangnya, jumlahnya pun semakin berkurang. Hanya 63 persen siswa berpartisipasi di tingkat SMP dan 17,1 persen siswa di tingkat SMA. Lebih dari 10 juta penduduk di atas 15 tahun buta huruf (BPS, 2006), dan baru 43 persen anak Indonesia memperoleh akses terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (Depdiknas, 2006).
Sebagai lembaga kemanusiaan yang berfokus pada anak, World Vision berupaya membuka akses pendidikan bagi anak-anak miskin dan tertinggal. Upaya World Vision untuk 'mendekatkan pendidikan' tidak hanya terbatas pada bangunan fisik sekolah, biaya pendidikan, maupun pendekatan formal semata, tapi juga melalui berbagai upaya aktif lainnya, seperti: pengembangan akses PAUD* (Pendidikan Anak Usia Dini), pelaksanaan program 'Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan' (Creating Learning Community for Children/CLCC), dan yang saat ini sedang dirintis adalah sistem komunikasi yang lebih maju berupa penyediaan jaringan transmisi VSAT di 24 titik di berbagai pelosok nusantara guna memungkinkan siswa belajar aktif-kreatif dengan mengakses jendela informasi melalui Internet.
Pendidikan merupakan salah satu pilar pelayanan World Vision. Sejak keberadaannya di Indonesia pada tahun 1960, World Vision telah aktif mendukung pemerintah dalam sektor pendidikan. Setahun terakhir, World Vision telah menyalurkan Rp 30,7 miliar untuk pelaksanaan sejumlah program pendidikan, seperti: penyediaan rangkaian fasilitas pendukung kegiatan
belajar-mengajar, pelatihan guru, pendampingan kelompok-kelompok belajar anak, hingga pelaksanaan berbagai pelatihan keterampilan hidup (life skills) bagi anak dan remaja putus sekolah.
'World Vision berupaya mendekatkan pendidikan, sehingga dapat diakses setiap anak tanpa terkecuali. Pendidikan sangat penting karena melalui pendidikan, setiap anak dibekali pengetahuan dan keterampilan yang mereka utuhkan untuk membangun kehidupan mereka,' ujar Trihadi Saptoadi, Direktur Nasional World Vision Indonesia. 'Mereka juga dibekali untuk peduli terhadap keluarga, dan kelak mengembalikan ilmu yang didapat untuk masyarakat.'
Saat ini, hampir 80,000 anak di 10 propinsi yang dilayani World Vision mendapat dukungan untuk meneruskan pendidikannya sampai tamat SMA.
'Salah satu tantangan besar yang kami hadapi adalah bagaimana memberdayakan pendidikan informal dan non-formal untuk memperluas akses pendidikan bagi anak-anak yang mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan formal,' kata Trihadi.
Comentários:
Posting Komentar