Tuntutan pemekaran kabupaten Kepulauan Meranti sudah diperjuangkanoleh masyarakat Meranti sejak tahun 1957. Seruan pemekaran kembali diembuskan oleh masyarakat pada tahun 1970 dan 1990-an hingga tahun 2008, yang merupakan satu-satunya kawedanan di Riau yang belum dimekarkan saat itu,dengan perjuangan gigih sejumlah tokoh masyarakat Meranti maka pada tanggal 25 Juli 2005 dibentuklah Badan Perjuangan Pembentukan Kabupaten Meranti (BP2KM) sebagai wadah aspirasi masyarakat Meranti untuk memekarkan diri dari kabupaten Bengkalis. Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat tersebut maka dituangkan dalam Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bengkalis Nomor 05/KPTS/P/DPRD/1999/2000 tanggal 17 Juni 1999 tentang Persetujuan Terhadap Pemekaran Wilayah Kabupaten Bengkalis, Surat Bupati Bengkalis Nomor 135/TP/876 tanggal 17 Juni 1999, Perihal dukungan terhadap pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau Nomor 16/KPTS/DPRD/2008 tanggal 11 Juli 2008, Surat Gubernur Provinsi Riau Nomor 100/PH/21.16.a tanggal 9 Juni 2008 Perihal Dukungan terhadap Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, Surat Gubernur Provinsi Riau Nomor 100/PH/58.24 tanggal 8 September 2008 perihal Rekomendasi Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, Keputusan Gubernur Riau Nomor 1396/IX/2008 tanggal 19 September 2008 tentang Persetujuan Pemerintah Provinsi Riau terhadap Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Keputusan Gubernur Provinsi Riau Nomor 100/PH/58.32 tanggal 18 Desember 2008 tentang Persetujuan Pemerintah Provinsi Riau terhadap Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan pengkajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan maka tanggal 19 Desember 2008 Pemerintah memutuskan dan menetapkan terbentuk Kabupaten Kepulauan Meranti di Provinsi Riau.
0
Tuntutan pemekaran kabupaten Kepulauan Meranti sudah diperjuangkanoleh masyarakat Meranti sejak tahun 1957. Seruan pemekaran kembali diembuskan oleh masyarakat pada tahun 1970 dan 1990-an hingga tahun 2008, yang merupakan satu-satunya kawedanan di Riau yang belum dimekarkan saat itu,dengan perjuangan gigih sejumlah tokoh masyarakat Meranti maka pada tanggal 25 Juli 2005 dibentuklah Badan Perjuangan Pembentukan Kabupaten Meranti (BP2KM) sebagai wadah aspirasi masyarakat Meranti untuk memekarkan diri dari kabupaten Bengkalis. Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat tersebut maka dituangkan dalam Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bengkalis Nomor 05/KPTS/P/DPRD/1999/2000 tanggal 17 Juni 1999 tentang Persetujuan Terhadap Pemekaran Wilayah Kabupaten Bengkalis, Surat Bupati Bengkalis Nomor 135/TP/876 tanggal 17 Juni 1999, Perihal dukungan terhadap pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau Nomor 16/KPTS/DPRD/2008 tanggal 11 Juli 2008, Surat Gubernur Provinsi Riau Nomor 100/PH/21.16.a tanggal 9 Juni 2008 Perihal Dukungan terhadap Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, Surat Gubernur Provinsi Riau Nomor 100/PH/58.24 tanggal 8 September 2008 perihal Rekomendasi Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, Keputusan Gubernur Riau Nomor 1396/IX/2008 tanggal 19 September 2008 tentang Persetujuan Pemerintah Provinsi Riau terhadap Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Keputusan Gubernur Provinsi Riau Nomor 100/PH/58.32 tanggal 18 Desember 2008 tentang Persetujuan Pemerintah Provinsi Riau terhadap Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan pengkajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan maka tanggal 19 Desember 2008 Pemerintah memutuskan dan menetapkan terbentuk Kabupaten Kepulauan Meranti di Provinsi Riau.
Pembentukan Kabupaten Meranti merupakan pemekaran dari kabupaten Bengkalis dibentuk pada tanggal 19 Desember 2008, Dasar hukum berdirinya kabupaten Kepulauan Meranti adalah Undang-undang nomor 12 tahun 2009, tanggal 16 Januari 2009.
Tuntutan pemekaran kabupaten Kepulauan Meranti sudah diperjuangkanoleh masyarakat Meranti sejak tahun 1957. Seruan pemekaran kembali diembuskan oleh masyarakat pada tahun 1970 dan 1990-an hingga tahun 2008, yang merupakan satu-satunya kawedanan di Riau yang belum dimekarkan saat itu,dengan perjuangan gigih sejumlah tokoh masyarakat Meranti maka pada tanggal 25 Juli 2005 dibentuklah Badan Perjuangan Pembentukan Kabupaten Meranti (BP2KM) sebagai wadah aspirasi masyarakat Meranti untuk memekarkan diri dari kabupaten Bengkalis. Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat tersebut maka dituangkan dalam Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bengkalis Nomor 05/KPTS/P/DPRD/1999/2000 tanggal 17 Juni 1999 tentang Persetujuan Terhadap Pemekaran Wilayah Kabupaten Bengkalis, Surat Bupati Bengkalis Nomor 135/TP/876 tanggal 17 Juni 1999, Perihal dukungan terhadap pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau Nomor 16/KPTS/DPRD/2008 tanggal 11 Juli 2008, Surat Gubernur Provinsi Riau Nomor 100/PH/21.16.a tanggal 9 Juni 2008 Perihal Dukungan terhadap Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, Surat Gubernur Provinsi Riau Nomor 100/PH/58.24 tanggal 8 September 2008 perihal Rekomendasi Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, Keputusan Gubernur Riau Nomor 1396/IX/2008 tanggal 19 September 2008 tentang Persetujuan Pemerintah Provinsi Riau terhadap Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Keputusan Gubernur Provinsi Riau Nomor 100/PH/58.32 tanggal 18 Desember 2008 tentang Persetujuan Pemerintah Provinsi Riau terhadap Pembentukan Kabupaten Kepulauan Meranti. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan pengkajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan maka tanggal 19 Desember 2008 Pemerintah memutuskan dan menetapkan terbentuk Kabupaten Kepulauan Meranti di Provinsi Riau.
0
Hari Pendidikan Nasional adalah momentum tepat untuk merefleksikan perkembangan pendidikan di negeri ini. Berbagai tantangan terbentang: fasilitas belajar yang terbatas, kualitas dan kuantitas pengajar, lokasi geografis yang menyulitkan, ketidakmampuan ekonomi, sampai tingkat kesadaran yang masih rendah akan pentingnya pendidikan.
'Saya tidak sekolah karena guru tidak mengajar. Guru tidak ada di sekolah. Jadi saya jaga adik saja,' ungkap Novi Lego, 12 tahun. Ketiadaan guru dan jauhnya jarak ke sekolah (sekitar 6 km) dari tempat tinggalnya di Wadlangku di dekat Wamena, Provinsi Papua, sempat memupus harapan Novi untuk duduk di bangku sekolah. Setelah menyadari pentingnya pendidikan, kini ia kembali ke sekolah dan duduk di kelas 1 SD.
Di Indonesia, dari 76,8 juta anak berusia di bawah 18 tahun, terdapat 96 persen siswa yang mampu mengakses pendidikan Sekolah Dasar (Unicef, 2008). Semakin ke atas jenjangnya, jumlahnya pun semakin berkurang. Hanya 63 persen siswa berpartisipasi di tingkat SMP dan 17,1 persen siswa di tingkat SMA. Lebih dari 10 juta penduduk di atas 15 tahun buta huruf (BPS, 2006), dan baru 43 persen anak Indonesia memperoleh akses terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (Depdiknas, 2006).
Sebagai lembaga kemanusiaan yang berfokus pada anak, World Vision berupaya membuka akses pendidikan bagi anak-anak miskin dan tertinggal. Upaya World Vision untuk 'mendekatkan pendidikan' tidak hanya terbatas pada bangunan fisik sekolah, biaya pendidikan, maupun pendekatan formal semata, tapi juga melalui berbagai upaya aktif lainnya, seperti: pengembangan akses PAUD* (Pendidikan Anak Usia Dini), pelaksanaan program 'Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan' (Creating Learning Community for Children/CLCC), dan yang saat ini sedang dirintis adalah sistem komunikasi yang lebih maju berupa penyediaan jaringan transmisi VSAT di 24 titik di berbagai pelosok nusantara guna memungkinkan siswa belajar aktif-kreatif dengan mengakses jendela informasi melalui Internet.
Pendidikan merupakan salah satu pilar pelayanan World Vision. Sejak keberadaannya di Indonesia pada tahun 1960, World Vision telah aktif mendukung pemerintah dalam sektor pendidikan. Setahun terakhir, World Vision telah menyalurkan Rp 30,7 miliar untuk pelaksanaan sejumlah program pendidikan, seperti: penyediaan rangkaian fasilitas pendukung kegiatan
belajar-mengajar, pelatihan guru, pendampingan kelompok-kelompok belajar anak, hingga pelaksanaan berbagai pelatihan keterampilan hidup (life skills) bagi anak dan remaja putus sekolah.
'World Vision berupaya mendekatkan pendidikan, sehingga dapat diakses setiap anak tanpa terkecuali. Pendidikan sangat penting karena melalui pendidikan, setiap anak dibekali pengetahuan dan keterampilan yang mereka utuhkan untuk membangun kehidupan mereka,' ujar Trihadi Saptoadi, Direktur Nasional World Vision Indonesia. 'Mereka juga dibekali untuk peduli terhadap keluarga, dan kelak mengembalikan ilmu yang didapat untuk masyarakat.'
Saat ini, hampir 80,000 anak di 10 propinsi yang dilayani World Vision mendapat dukungan untuk meneruskan pendidikannya sampai tamat SMA.
'Salah satu tantangan besar yang kami hadapi adalah bagaimana memberdayakan pendidikan informal dan non-formal untuk memperluas akses pendidikan bagi anak-anak yang mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan formal,' kata Trihadi.
'Saya tidak sekolah karena guru tidak mengajar. Guru tidak ada di sekolah. Jadi saya jaga adik saja,' ungkap Novi Lego, 12 tahun. Ketiadaan guru dan jauhnya jarak ke sekolah (sekitar 6 km) dari tempat tinggalnya di Wadlangku di dekat Wamena, Provinsi Papua, sempat memupus harapan Novi untuk duduk di bangku sekolah. Setelah menyadari pentingnya pendidikan, kini ia kembali ke sekolah dan duduk di kelas 1 SD.
Di Indonesia, dari 76,8 juta anak berusia di bawah 18 tahun, terdapat 96 persen siswa yang mampu mengakses pendidikan Sekolah Dasar (Unicef, 2008). Semakin ke atas jenjangnya, jumlahnya pun semakin berkurang. Hanya 63 persen siswa berpartisipasi di tingkat SMP dan 17,1 persen siswa di tingkat SMA. Lebih dari 10 juta penduduk di atas 15 tahun buta huruf (BPS, 2006), dan baru 43 persen anak Indonesia memperoleh akses terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (Depdiknas, 2006).
Sebagai lembaga kemanusiaan yang berfokus pada anak, World Vision berupaya membuka akses pendidikan bagi anak-anak miskin dan tertinggal. Upaya World Vision untuk 'mendekatkan pendidikan' tidak hanya terbatas pada bangunan fisik sekolah, biaya pendidikan, maupun pendekatan formal semata, tapi juga melalui berbagai upaya aktif lainnya, seperti: pengembangan akses PAUD* (Pendidikan Anak Usia Dini), pelaksanaan program 'Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan' (Creating Learning Community for Children/CLCC), dan yang saat ini sedang dirintis adalah sistem komunikasi yang lebih maju berupa penyediaan jaringan transmisi VSAT di 24 titik di berbagai pelosok nusantara guna memungkinkan siswa belajar aktif-kreatif dengan mengakses jendela informasi melalui Internet.
Pendidikan merupakan salah satu pilar pelayanan World Vision. Sejak keberadaannya di Indonesia pada tahun 1960, World Vision telah aktif mendukung pemerintah dalam sektor pendidikan. Setahun terakhir, World Vision telah menyalurkan Rp 30,7 miliar untuk pelaksanaan sejumlah program pendidikan, seperti: penyediaan rangkaian fasilitas pendukung kegiatan
belajar-mengajar, pelatihan guru, pendampingan kelompok-kelompok belajar anak, hingga pelaksanaan berbagai pelatihan keterampilan hidup (life skills) bagi anak dan remaja putus sekolah.
'World Vision berupaya mendekatkan pendidikan, sehingga dapat diakses setiap anak tanpa terkecuali. Pendidikan sangat penting karena melalui pendidikan, setiap anak dibekali pengetahuan dan keterampilan yang mereka utuhkan untuk membangun kehidupan mereka,' ujar Trihadi Saptoadi, Direktur Nasional World Vision Indonesia. 'Mereka juga dibekali untuk peduli terhadap keluarga, dan kelak mengembalikan ilmu yang didapat untuk masyarakat.'
Saat ini, hampir 80,000 anak di 10 propinsi yang dilayani World Vision mendapat dukungan untuk meneruskan pendidikannya sampai tamat SMA.
'Salah satu tantangan besar yang kami hadapi adalah bagaimana memberdayakan pendidikan informal dan non-formal untuk memperluas akses pendidikan bagi anak-anak yang mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan formal,' kata Trihadi.
Langganan:
Postingan (Atom)